Cerbung: Pendaki Gunung Misterius [Part 2] - Khai Uta

[PART2] Dibalik indahnya gunung, terdapat sesuatu yang mencekam - cerbung pendaki gunung misterius

PENDAKI GUNUNG MISTERIUS

[PART 2]

Kami sudah berjalan selama sejam saat kami bertemu dengan pria aneh itu. Saat itu jalurnya belum terlalu menanjak. Dan salju hanya turun sesekali. Sejauh ini perjalanan kami di jalur tersebut masih berlangsung dengan mulus dan semangat kami masih tinggi. Jadi kami tidak terlalu memperhatikan sekeliling kami. Kami menemukan jejak-jejak kakinya terlebih dahulu sekitar dua kilometer sebelum kami berhasil menyusulnya.

Mitch yang pertama kali melihat jejak-jejak tersebut.

"Hei, ada orang lain di sini!" ujarnya tidak percaya sambil menunjuk jejak-jejak samar di permukaan salju.

"Sepertinya begitu," jawabku. Aku berusaha tampak biasa saja, walaupun kenyataannya rasa penasaranku mulai terusik. Saat itu adalah minggu kedua di bulan November — aku awalnya menduga hanya akan ada kami yang cukup nekat berada di atas sini di musim cuaca buruk seperti ini. Tapi jejak-jejak tersebut jelas membuktikan bahwa dugaanku salah. Yang lebih aneh lagi, kami hanya melihat satu pasang jejak saja. Siapapun yang berada di depan kami, dia sedang mendaki seorang diri.

Kami terus berjalan dan tak lama kemudian kami akhirnya melihat pendaki misterius itu beberapa ratus meter di hadapan kami. Hampir seluruh tubuhnya terbungkus rapat dari ujung kaki sampai kepala, kecuali bagian wajahnya. Pakaian yang dikenakannya berwarna hitam dan ada sebuah logo merah di bagian depan jaketnya. Dia berjalan dengan pelan dan santai, walaupun tas besar di punggungnya tampak memiliki berat kurang lebih sekitar 20 kiloan. Dia berjalan dengan begitu ringan dan pelan. Di kemudian hari aku akan selalu bertanya-tanya apakah dia memang telah sengaja berjalan dengan pelan supaya kami dapat menyusulnya.

"Hei sobat, di mana grupmu?" tanya Kellen pada orang itu saat kami mendekatinya.

Dia berhenti, memutar tubuh untuk menghadap Kellen, lalu menggelengkan kepala.

"Kau mendaki sendirian? Apa kau sudah gila?"

Orang itu tidak menjawab.

Sementara Mark mencoba untuk membuka percakapan dengan si pria misterius (membahas bentuk tubuh gadis-gadis Tibet), Kellen dan Aku mulai sibuk berbisik-bisik di belakang.

"Apa pendapatmu tentang orang itu?" tanyanya.

"Aku lebih suka kalau dia berada di mana kita bisa mengawasinya." jawabku.

"Apa maksudmu?"

"Kita sama sekali tidak mengenalnya. Tapi dia gila kalau berani mendaki di jalur ini seorang diri. Aku tidak ingin dia mengendap-endap di malam hari lalu menggorok leher kita satu persatu."

"Bukan itu yang kukuatirkan. Aku yakin kalau dia tidak akan bertahan seorang diri di sini tanpa bantuan dari kita." jawab Kellen, selalu bersikap optimis dan penuh simpati.

"Ya, itu juga." timpalku, masih tak dapat memahami bagaimana pria itu berpikir dia bisa bertahan hidup seorang diri di sini selama tiga minggu ke depan. "Tapi mungkin dia memang tidak butuh teman. Mungkin dia sedang mencari pencerahan, kau tahu kan? Seperti yang dilakukan para biarawan. Dia mungkin ingin menenangkan diri di tengah-tengah alam atau apa pun itu."

"Hanya ada satu cara untuk mencari tahu," gumam Kellen. Lalu dia berseru pada si orang asing.

"Hei! Terlalu berbahaya kalau kau berada di sini seorang diri. Apa kau mau bergabung dengan kami?"

Pria tersebut tampak sedang menimbang-nimbang selama beberapa saat sebelum kemudian menganggukkan kepalanya dengan pelan dan dramatis. Mitch mengulurkan tangan untuk bersalaman dengannya.

"Siapa namamu, sobat?"

Dia membalas uluran tangan Mitch tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Malam itu kami memutuskan untuk beristirahat dan mulai mendirikan kemah-kemah kami di sekitar perapian kecil yang tampak muram. Kami seperti mati gaya dengan adanya orang itu. Kami tak mengenalnya dan bahkan tak mengetahui namanya. Setiap usaha kami untuk berbicara dengannya hanya dijawabnya dengan anggukkan atau gelengan kepala.

"Mungkin dia bisu atau tuli." kata Dalton saat kami sudah masuk ke dalam tenda. Pria tersebut telah mendirikan tendanya sendiri sekitar lima puluh meter dari kami. Jadi kami berbicara dengan pelan dan berbisik-bisik siapa tahu dia bisa mendengar kami dan merasa tersinggung karena kami sedang menggosipkan dirinya.

"Atau mungkin dia hanya merasa malu," bisik Kellen. "Maksudku, bagaimana reaksi kalian kalau sedang berjalan seorang diri dan bertemu dengan lima orang pria yang kalian tidak kenal sama sekali? Sebagian orang kan punya kecenderungan untuk merasa sedikit gugup kalau berada di keramaian."

Kami semua terdiam selama beberapa saat, tak tahu harus bagaimana. Bahkan seorang pendaki gunung andal seperti diriku, aku tak pernah menemui peristiwa seperti ini sebelumnya. Aku tak akan pernah nekat mendaki puncak-puncak ini seorang diri. Tapi saat kami tadi menanyainya apakah dia berencana menyelesaikan jalur Iceman Trek, dia hanya menganggukkan kepala. 

Aku merasa yakin pada saat itu kami semua sudah merasa ada yang janggal dengan pria itu. Ada yang tidak beres dengan sikapnya. Seakan-akan dia adalah sebuah ancaman. Kami hanya tak tahu bagaimana cara mengutarakan kegelisahan kami masing-masing kepada satu sama lainnya. Akhirnya aku memutuskan untuk memecah keheningan di antara kami.

"Salah satu di antara kita sebaiknya terus mengawasinya," kataku. "Paling tidak sampai kita mengetahu lebih banyak tentang —" aku menganggukkan kepala ke arah tenda tamu kami.

"Bagaimana kalau kita gantian berjaga selama 90 menit?" usul Kellen. "Aku bisa mengambil giliran jaga pertama."

Aku menganggukkan kepala.

Aku mendapatkan giliran jaga malam itu dari pukul 2 sampai 3.30 pagi. Aku duduk memeluk lutut dalam balutan kantung tidurku sambil memikirkan pegunungan dan mendengarkan bunyi lolongan angin di sekitar kami. Sekali aku merasa mendengar sesuatu di kejauhan. Seperti suara seorang pria yang menjerit di antara deru angin. Jeritan itu terdengar selama beberapa saat kemudian terhenti secara tiba-tiba. Dalam hati aku berharap bahwa mungkin itu hanya bunyi angin.

BERSAMBUNG!!! 

PART 3

Part 3 akan di upload jam 09:00 14 Februari 2021

Follow Blog Ini Untuk Notifikasi UPDATE
0 تعليقات

About the author

Khai
Khai Uta : Indonesia blogger, Author, Poet writer, Traveller blogger, Motivate blogger. Live in Lombok Indonesia .

إرسال تعليق

Hai minna-san^^
Cara bicara menunjukkan kepribadian, berkomentarlah dengan baik dan sopan… Marii mengobrol